Pledoi Setan Konspirasi
Jika kalian terus menjelek-jelekkan namaku, harga diriku dan kehormatanku, maka aku akan gugat balik. Paling tidak sebuah pledoi. Sekarang, Siapa yang tak mengenal bapakku? Oh, kebangetan… kalo tidak tahu. Atau, siapa juga yang tak tak kenal kakekku? Lalu, kakek buyutku dan terus ke rantai atas garis keturunanku?. Pasti kau akan menjumpai, disana, keluarga kami cukup legendaries. Pengukir sejarah paling indah. Keluarga yang cukup disegani. Ahli debat. Ahli lobi dan diplomasi. Ahli strategi-siasat. Ahli konspirasi. Ahli bisnis. Ahli bangunan. Kami sangat bangga dilahirkan untuk sebuah tujuan kemajuan peradaban dunia. Kami telah ditakdirkan menjadi penguasa, penggenggam, pengendali, pengatur segalanya: ekonomi; politik; sosial; budaya; keamanan dan masih banyak lagi. Singkatnya menjadi tuhan-tuhan kecil. Bukan berarti kami narcis. Bukan sombong. Bukan takabur. Tetapi memang tak ada bangsa lain yang sehebat dan secerdas bangsa kami. Kami umat pilihan, maka kamilah yang menentukan pilihan. Setidaknya, faktalah yang berbicara, bahwa hal ini tidak sebatas omong kosong dari sebuah pembicaraan. Maka, putih kalian semua bilang, jika menurut kami merah atau hitam, maka yang muncul adalah apa yang kami putuskan. Meskipun kalian mau menantang dengan pisau tumpul voting. Tapi, siapa yang akan membantah kekuatan dari senjata veto kami? Apakah kalian tidak takut senjata veto kami lebih supreme dan superrior ketimbang senjata manapun yang pernah ada di dunia ini. Bumerang, keris, belati, pedang Arab, samurai, kalasnikov, molotov, artileri, rudal-nuklir. Semua lewat. Tak ada apa-apanya. Meskipun kalian mempertanyakan dimana letak demokrasi itu, kami tak peduli dan tak mau tahu. Ingin tahu alasannya? Jangan sampai lupa. Sekali lagi jangan sampai lupa, bahwa demokrasi adalah milik kami. Copy rihgt-nya ada pada kami. Hak patennya milik kami mutlak, kalian semua tinggal copy paste saja. Jika kalian tetap ngeyel, bapakku siap menghajar kalian. Karenanya aku bangga menjadi anak kesayangan, pun karena juga anak semata wayang. Hal itu juga berarti bapakku juga seorang dalang. Bukankah, jika ada wayang maka harus ada dalang. Sebab, kita semua sepakat the show must go on. Sehingga berlangsunglah pentas wayang semalam suntuk. Tanpa judul. Tanpa headline. Tanpa tagline.
Kami ahli debat, siapa yang tidak mafhum. Bahkan Nabi pun tak sanggup membendung kata-kata kami. Mungkin kau akan menyebut kami eyelan, karena memang sukanya kami ngeyel. Bukan apa-apa, biar tidak sebatas taklid-fideisme. Lagi pula itulah watak dasar kami, kritis.
Dalam bisnis, kami jagonya. Formula perdagangan seperti apa yang tak kami buat untuk eksistensi dan esktensi asset kami sendiri. Biarkan orang lain pinjam, dan kami akan tentukan margin-nya sesuai klausul kami. Jangan membantah! Jangan mengelak! Kamu pikir kamu yang berkuasa? Sehingga berani-beraninya bilang kami rentenir; lintah darat. Kurang ajar! Apa harus kami beritahu: ’bussines is bussines’. Ini bukan persoalan siapa makan siapa. Bukan pula aku si Raja Tega. Tapi, ini persoalan ’bagaimana bisnis berjalan tanpa ada kerugian’. Jangan kamu pikir kami jahat karena inilah sesungguhnya the real bussines. Perkara kau merasa dirugikan, bukan urusan kami. Sudah kami bilang, jangan dekat-dekat dengan orang-orang pilihan macam kami. Hei, sudahlah. Akui sajalah bahwa kalian masih terlalu bodoh untuk membaca sejarah. Kalian masih terlalu sensi untuk suatu revolusi.
Jangan tersinggung, jika kami bilang, kalian semua hanyalah pion-pion catur. Kamilah sang grand master-nya. O, ya... kembali pada masalah bisnis. Kalian semua harus tahu. Uang apapun—kartal, giral—yang kalian punya, akan aman jika kalian investasikan di kebun bisnisku. Lihat! Ada bisnis properti-real estate, perbankan, industri, furniture. Singkatnya, dari bisnis kering hingga bisnis basah. Dari bisnis daging hingga bisnis tulang dan darah. Dari bisnis hidup sampai mati. Dari bisnis damai sampai bisnis perang. Pokoknya, everything about bussines. Bahkan kami sedang membuat proyek yang masih dalam tahap on going procces dan hampir finishing touch bisnis pemikiran dan keagamaan.
Eeits..! Tunggu dulu, jangan kerutkan dahi terlalu dalam. Masih ada lagi yang sedang in dan nge-trend, yaitu bisnis obat dan penyakit. Lho, caranya? Serahkan pada kami. Kami akan kondisikan pemerintah di belahan dunia manapun untuk membangun fasilitas kesehatan: rumah sakit, poliklinik; balai pengobatan; apotek. Uangnya? Ya kami bantu dech, tapi jangan bilang-bilang kalau sebenarnya ngutangin. Setelah semua fasiltas itu ada, tentu saja harus ada isi dan kelengkapan. Disinilah kami sebagai main supplier dan satu-satunya produsen terkemuka. Tentu kalian akan merasa bangga dan serasa ada harga diri, karena produk kami bisa mengerek harga diri dan gengsi kalian.
Kami tegaskan, ini bukan monopoli. Lagi-lagi monopoli juga hak patennya ada pada kami. Jadi kamilah yang tahu tentang hakikat terminologisnya. Jangan sok tahu bikin definisi ngawur. Kamu pikir kamu akademis? Pinter? Sok terpelajar! Sok intelek! Dengar ya! Monopoli pada arti yang sesungguhnya ada pada kami saja. Jangan ngarang. Bid’ah itu. O ya, maaf kalau kata-kata kami kasar. Habis kalian sih susah kalau sudah debat dengan kami, pengen-nya menang saja. Kami maklum, kalian masih barbar...eh, maaf! Masih sederhana—kalau tak mau dibilang kampungan. Kalian belum tahu suka dukanya dan kejam pahitnya dunia. Sedangkan kami sudah modern. Sophisticated. Apa? Kami sadis? Tuh kan, masih fitnah lagi. Ya, silahkan saja. Terserah kalian. Kalau pun kalian masih juga merasa iri dan dengki pada kami. Kami tahu, iri tanda tak mampu.
Klaim kami tidak berlebihan, kalau memang kami ini sebagai trend-setter. Uber man. Primus interpares. Betapapun modernnya kalian, tak lebih dari sekedar follower. Hanya sebatas epigonis. Mental budak. Kurang kreatif. Lihatlah! Kami membuat style tiap periode. Fashion ngejreng. Gaya hidup dengan makanan fast food. Fried chicken. Donnut. Humburger. Minuman bermerk lain. Pokoknya, jangan salahkan kami jika kalian tak konsumsi produk kami, maka kalian dianggap kuno. Ketinggalan zaman. Nggak gaul en funky. Lho, semua tahu, kalau hanya untuk urusan perut: masuk perut-dalam perut-keluar perut, mengapa ada warung makan khas daerah. Ini persoalan taste. Ini persoalan selera. Maka so pasti bisnis kuliner juga kami bidik. Kami tak peduli, ketika kemudian yang terjadi adalah konsumen setia lintas generasi dulu dan kini, banyak didentifikasi terjangkit penyakit. Kolesterol, jantung, darah tinggi, kanker, ginjal, strooke, hanyalah beberapa varians penyakit yang sering dijumpai belakangan ini.
Ooh... tentu itu bukan suatu masalah. Kami memandang itu adalah suatu peluang emas. Penyakit adalah penyakit, dan bisnis tetaplah bisnis. Kami mungkin belum meng-exposse ke media tentang fakta bahwa kami juga memiliki pabrik obat dan farmasi secara luas. Nah, mau kami pasarkan kemana produk-produk itu jika semua orang rata-rata sehat? Maka simpel saja, kami berdoa semua orang kalau bisa—terkecuali kami—sakit. Kemudian, langkah konkrit kami tempuh, dengan mengadakan riset-riset canggih menghasilkan virus-virus penyakit. Dan—tak lupa—tentu saja penawarnya (obatnya). Ini akan menjadi rahasia kami. Sepertinya tak akan ada yang percaya tentang pemberitaan media mengenai kejahatan kami. Kami cukup pesan kolom depan headline surat kabar: ”tak ada yang terjadi, ini murni riset kesehatan”.
Kalian tahu? Di dunia yang penuh kompetisi ini wajar jika ada kelas. Secara alamipun cukup empiris: ada atas ada bawah; baik-buruk; kuat-lemah; cerdas-bodoh; pemimpin-budak. Dan satu hal yang tak boleh dilupakan: ada damai ada perang. Mungkin akan dinilai masih debatable, bahwa jika menginginkan damai maka harus perang. Hanya istilah bahasanya yang keren dan modis, entah itu revolusi atau reformasi. Dan kalau sudah istilah ’perang’ yang dibahas. Seolah itu santapan favorite kami. Dahulu kala—dari penuturan kakek buyut kami—bangsa kami adalah yang gemar berkompetisi. Kami bangga, karena kami terbaik dalam hal atur strategi atau siasat perang. Semua sepakat bahwa perang adalah tipu daya. Penuh intrik dan muslihat. Siapa cepat, dia dapat. Kelemahan musuh adalah kemenangan. Dan kami tahu persis pepatah itu. Juga tahu persis apa yang akan kami lakukan. Musuh kami adalah yang tidak setuju dan tidak mau tunduk dengan kelompok kami. Jangan harap akan kami biarkan bernafas, kami akan terus buru hingga ke lubang cacing sekalipun. Perburuan yang seru. Tanpa henti tanpa sepi
Rasanya sepi hidup tanpa ada masalah. Begitupun dunia sepi tanpa hingar bingar konflik dan politik. Jika tidak ada musuh sekalipun maka akan kami bikinkan musuh. Kami biasa bermain-main dengan istilah-istilah aneh. Sudah kami jelaskan dan kami tegaskan kembali bahwa kamilah ahli-ahli debat dan linguistik. Jadi tak ada salahnya, jika kami keluarkan edisi istilah yang tiap waktu up to date. Misalnya untuk menggambarkan kelompok-kelompok atau faksi-faksi: terorisme, radikalisme, fundamentalisme, liberalisme, konseravtisme entah deret istilah lain yang terkesan ngejreng namun dimaksudkan untuk memecah orientasi musuh-musuh kami. Tak ada strategi lain, kecuali harus menusuk musuh dari belakang di kala mereka lengah di-ninabobo-kan dengan senandung perdamaian. Untung saja yang kami hadapi adalah musuh-musuh bodoh dan bebal. Juga ceroboh. Gampang marah. Saklek. Dan merasa tidak memandang dunia ini seperti pelangi, tetapi lebih memandang dunia sebagai hitam dan putih. Dengan begitu terkadang mudah saja devide et impera kami jalankan. Sukses, meskipun tidak seratus persen.
Istilah-istilah lain yang tak kalah seru sengaja kami gubah untuk mengkotak-kotakan dengan tapel wates negara. Wilayah teritorial dimanapun di permukaan bumi ini adalah hak kami. Tak ada negara, kecuali negara kami. Tak ada ideologi kecuali ideologi kami. Tak ada ajaran kecuali ajaran kami. Tak ada gaya hidup kecuali gaya hidup kami. Tak bangsa kecuali bangsa kami. Tak ada simbol kecuali simbol kami. Tak ada ras kecuali ras kami. Siapa bilang kami rasial. Itu fitnah. Pencemaran nama baik. Tuduhan yang tidak berdasar. Kalian tahu apa tentang rasialisme? Heh! Sembarangan saja kalau bicara. Memangnya kalian tahu apa? Apa kalian sudah bosan hidup. Awas saja! Jika kalian berani ngutak-atik urusan kami, embargo dan sanksi internasional menanti. Lebih dari yang kalian pikirkan bahwa kami menggenggam kebijakan internasional sesuai protokoler kami. kami tegaskan untuk kesekian kalinya: kami kuat di lobi dan tangguh dalam diplomasi. Titik!
Perang memang akan memakan korban: jiwa dan harta. Jika tidak keduanya pasti salah satunya. Kami tidak cemas, sebab selama ini korban di pihak kami terbilang sedikit. Kami agak tenang bukan lantaran kami tidak diserang tetapi persenjataan kami lengkap. Sekali ’dor’ atau ’dum’ seisi kota atau sekian wilayah hancur berantakan. Ini hanya sebagai persiapan kalau-kalau diserang musuh. Karena kami sadar banyak kelompok ekstrimis ataupun terorist yang tidak senang dengan keberadaan kami. Sungguh terlalu! Singkatnya, kami punya berbagai varian senjata tersebut untuk menjaga kestabilan negara dan kelompok kami.
Rudal nuklir rasa strowberry juga kami punya. Tak perlu tertawa ini tidak lucu. Mengapa harus buah berwarna merah itu? Salah satu alasannya adalah warna favourite kami: merah. Ada merah saga, merah delima, merah hati, bahkan merah darah. Untuk jenis merah tersebut banyak kandungan filosofinya. Sampai-sampai warna merah darah, dari sekian warna merah, lebih kami sukai. Inilah tanda kemenangan kami: jika darah musuh kami telah tertumpah. Ruah menggenang bersama air mata.
Tangisan? Itu tanda dari kecengengan dan mental kerdil pengecut. Siapa suruh menyerang kami. Sekarang rasakan akibatnya, ini pelajaran bagi kelompok bengal keras kepala seperti kalian. Bisanya hanya bom bunuh diri. Kebiasaannya hanya lempar batu, sudah itu lari, lalu sembunyi. Kebiasaannya hanya demo, teriak-teriak: ’perang’, ’berantas’, ’boikot!’. Tapi biasanya juga kami hanya akan mesam-mesem, biasanya juga setelah itu kalian akan minum dan makan produk-produk bisnis unggulan kami.
Mau bicara apa lagi? Heh?! Kemajuan? Pembangunan? Okey, pertama dan utama kami jelaskan adalah semua kemajuan di belahan bumi di negara manapun, jangan ada yang membantah, itu semua kontribusi dan jasa besar kami. Ada lagi yang masih tak percaya? Kami sarankan cari faktanya di lapangan. Untuk urusan ini: no comment. Kamilah arsitek sepanjang masa. Membangun berbagai kemajuan dalam tata dunia baru dalam tata kerja baru dan perintah satu: satu perlambang satu mata.
Lain kali, kami akan jelaskan semua. Apa yang kalian tuduhkan itu. Sesuatu yang kalian tuduhkan sebagai makar. Sesuatu yang kalian sebut-sebut sebagai konspirasi. Kalian memang keterlaluan memandang kami. Padahal kalian tinggal mengaku saja kalah: kalah taruhan-kalah perang. Tak perlu ribut-ribut soal pembantaian. Sebab kami memandangnya tidak seperti kalian memandang. Mati ya mati. Tinggal dikubur, selesai persoalan. Lagi pula, tak ada gunanya kalian mengecam, berteriak-teriak seperti kesetanan, mulut berbusa-busa, mata melotot, tinju dikepal dan diacung-acungkan ke atas, sementara kalian tidak tahu siapa sebenarnya musuh kalian. Kamilah musuh yang kalian sahabat-karibkan. Kamilah musuh yang paling kalian takutkan embargonya. Kamilah musuh yang paling kalian takutkan aneksasi dan ekspansinya. Kami heran, mengapa kalian setakut itu? Dimana Tuhan kalian itu? Yang sering kalian seru—seperti menurut kalian juga—harus paling ditakuti.[]
Penulis: Nuryanto. Asli pituin Sunda. Hobby menulis cerita dan puisi. Kemampuan menulis otodidak. Masih aktif dan tercatat sebagai mahasiswa di Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. [no. HP 081392247053; no rek. BRI: 3838-01-000329-53-7]
Pledoi Setan Konspirasi
di terbitkan oleh taufiq sutyarahman
Label: cerpen pengunjung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar