Hitamnya Maret

Hitamnya Maret
By: Muhammad Sayuti
Hp : 081396211169

Hati ini sudah bulat untuk menemuinya, setelah kurang lebih dari satu tahun aku selalu bersamanya dan aku yakin malam inilah saatnya untuk mengatakan perasaanku pada Rara, namun dengan apa aku harus kesana..sepeda motor tidak akan diizinkan jika aku pinjam oleh orang tuaku terlebih-lebih karena seluruh kota sedang diadakan pemadaman lampu, aku bingung padahal hatiku selalu berontak untuk mengatakannya malam ini juga, ketika satu pandangan tertuju pada sepeda adikku yang tidak terlalu bagus, aku terdiam sejenak dan aku mulai berpikir “bagaimana kalau aku naik ini saja ?”, aku pun tidak ingin ambil pusing dan langsung ku naiki saja sepeda itu dengan niat yang hanya membawaku pada satu tujuan, aku mulai mengayuh sepeda itu dan semakin lama aku mengayuhnya semakin cepat, tak peduli dengan lelahku juga perhatian orang-orang yang melihatku.

Kini aku sudah sampai untuk menemuinya, beberapa ayuhan lagi aku sampai di rumahnya, dan tidak kulihat dia ada didepan di rumahnya, kadang perasaan berontak untuk menemuinya, tapi aku sudah sampai disini dan hanya tinggal setahap lagi langkahku, sungguh aku gugup namun aku coba untuk memanggilnya lewat hp ku,” Rara.. aku sudah di depan rumahmu..”. ketika itu dia langsung berjalan keluar dari terasnya. Dari kejauhan aku melihatnya menemuiku, aku gugup bercampur senang dan sedikit demi sedikit lelahku hilang ketika melihat wajahnya, aku mencoba untuk tegar dihadapannya agar dia tidak tahu lelahku “ Rara ini aku.. Uti…”. Ketika aku mengatakan itu aku tahu dari matanya, dia tidak menyangka dengan semua yang kulakukan malam ini” Uti.. malam-malam gini ngapain kesini…? Naik sepeda lagi, kan jauh..apalagi sekarang mati lampu…”. Aku hanya dapat tersenyum. Ketika malam itu kulihat berjuta bintang menyelimuti aku dan dia, hah…sungguh indahnya malam ini, namun kebahagiaanku belum sempurna karena aku belum mengatakannya..mengatakan sesuatu yang menurutku indah, “ Rara.. aku hanya ingin mengatakan sesuatu…”,sesaat keringatku bercucur dibadanku yang beralaskan jaket hitam yang tidak begitu bagus. ”uti mau mengatakan apa ? bilang aja sama Rara..”, aku..dan hatiku..tidak tahan lagi untuk memendamnya tidak ada kata lain lagi sebagai alasan untuk mengelak “ Rara..kumohon jadilah pacar ku..”. dia terkejut mendengar hal itu, dan kini aku tidak tahu apa yang ada didalam hatinya, apakah dia senang atau benci dengan kalimat yang barusan kukatakan. “Jadi pacar Rara ?”, katanya. ”iya Rara, aku mohon jadilah pacarku”, sesaat kami terdiam, perasaanku mulai terguncang dan aku tidak tahu bagaimana selanjutnya setelah ini, “Rara….?” Aku berkata sambil melihat matanya, dalam hatiku ini sudah diluar batasku namun ia pun mulai berbicara lagi kepadaku “ Uti…kita coba aja ya…”. “maksud Rara …Rara mau nerima aku ?”, tanyaku, dia hanya menganggukkan kepalanya sambil berkata”kita coba saja, dan biarkan seperti air mengalir..”. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, dalam hatiku hanya dialah milikku sekarang, setelah hampir satu tahun aku mendekatinya. Kini aku sangat siap untuk menjalani jalan baruku, perkataan ini adalah satu hal yang harus aku pertanggung jawabkan.
Pagi ini begitu segar bagiku.. tidak seperti biasanya, mungkin karena tadi malam aku menaiki sepeda adikku dengan penuh semangat. seperti biasa sewaktu pulang sekolah aku akan menjemputnya di depan pagar sekolahnya, namun hari ini dia sudah pulang duluan tanpa menungguku menjemputnya seperti biasa, yah…mungkin bukan nasibku hari ini, dalam hati aku terus berpikir “ dialah pacarku sekarang.. jangan siasiakan dia..”. aku mulai tidak ambil pusing lagi.. aku akan memberikan yang terbaik untuknya, jadi aku akan terus bersabar dengan keinginanku untuk menunjukkan rasa sayangku padanya. Di hari kedua ini aku yakin akan ada untuknya, aku akan siap-siap untuk menemuinya dengan menunjukkan kegembiraanku, namun sebelum aku pulang dari sekolah tiba-tiba Rara menghubungiku ”Uti.. maaf ya.. pulang skul nanti Rara pulang sama temen..”dengan lugunya aku menerima keputusan itu, dalam hati mulai merasakan hati yang sedikit sakit, namun bagiku ini hanya hal yang wajar dan aku harus sabar, mungkin hari esok aku akan lebih beruntung untuk hal ini. Sebelum tidur aku membayangkannya, entah kenapa setelah beberapa hari ini aku sangat merindukannya, aku hanya berdoa suatu saat aku dapat bersamanya walau hanya sesaat untuk mengobati rinduku. Esoknya aku bertanya kepada teman terdekatnya tanpa sepengetahuannya, satu demi satu aku cari tahu, namun aku tidak menemukan jawaban yang mengobati rasa penasaranku.
Beberapa hari kemudian perasaanku terus-terusan meyakinkanku bahwa ini tidaklah wajar. Semakin aku berontak semakin sakit hati yang aku rasakan, “kenapa selama lima hari ini aku tidak ada dapat kabar lagi dengannya, apakah ini hubungan yang sesungguhnya, aku sayang tetapi kenapa tidak ada jalan buatku untuk menunjukkannya…”,sungguh aku mulai merasakan hal yang berbeda, perasaan ini tidak seperti biasa tapi kenapa dia tidak pernah sedikitpun perhatian denganku, ah…seharusnya aku lah yang harus memberikan perhatian untuknya. Rindu inipun semakin menyayat-nyayat luka ku tanpa henti, sekali aku coba untuk memberi perhatian untuknya semakin hancur dan parah luka yang kurasakan, disaat tertentu aku merenungkan semua ini,”apa salahku..kenapa jalan yang kuambil harus jadi seperti ini..sungguh bukan ini yang kuharapkan..”.
Sabtu malam aku coba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, yah.. aku akan kerumahnya. lewat telfon aku berbicara “Rara.. malam ini aku mau datang kerumah..”, namun tidak satupun dari kata-katanya yang mengizinkan aku untuk datang. Aku hanya bisa terdiam dengan semua ini, hati bagai mati rasa, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi, namun demi mendapatkan kesimpulan dari semua ini aku harus mencari tahu apa dibalik ini semua. Sesaat pandanganku tertuju pada sepeda motor ayahku, akupun melihat kearah jam yang sudah menunjukkan pukul 22 malam, dengan kondisi badanku yang masih belum sembuh dari demam tinggi aku yakin tidak akan mendapat izin oleh orang tuaku untuk kerumahnya, tapi jika disuruh memilih lebih baik ragaku saja yang hancur dari pada perasaanku yang harus mengalaminya. Aku pergi diam-diam dengan menaiki sepeda motor itu, dan sesampai aku didepan rumahnya, aku mulai berpikir “apakah dia sudah tidur ?”. Dengan rasa yang campur aduk dan beribu tanya di hatiku yang harus ku cari tahu.. tapi bagaimana..! sedangkan dia saja tidak memberikan ku kesempatan, padahal aku ini pacarnya..
Malam ini, malam dimana aku sendiri menantikan sesuatu yang pasti dibalik semuanya, seperti seminggu yang lalu yang juga persis ditempat ini. Ketika seminggu yang lalu aku merasa bahagia, kini berbalik menjadi kehancuran yang harus menjadi beban buatku, setengah jam aku berada disini tidak berbuat apa-apa, ”huh.. mungkin ini jalan yang memang harus aku lalui, tak ada cara untuk mengembalikan waktu…seperti seminggu yang lalu dengan langit malam yang penuh dengan bintang ..disini..ditempat ini..”. malam melihatku, dan aku memandangnya, betapa hitamnya langit dimalam ini, tidak ada setitik bintangpun, mungkin dia ingin mengusirku dari sini.
Pagi ini, sungguh semu dengan segudang beban masalah yang muncul menyayat lukaku, sakitku pun belum juga sembuh, tidak tahu lagi harus berbuat apa, seketika aku memandang Hp ku, “sekarang ini aku hanya ingin memberi perhatian yang selama ini tersimpan dan aku akan memberikan semuanya dengan tujuan menemukan kebahagiaan itu…” setelah berkali-kali aku menghubunginya, akhirnya aku mendengar suaranya “halo, lagi ngapain Rara..? gimana kabarnya…?”,dengan tulusnya aku mengatakan kalimat-kalimat itu,” Rara lagi sibuk nih, Rara baik-baik aja kok…Uti ..telponnya udah dulu ya..soalnya Rara lagi sibuk banget..”jawabnya. “ tapi..tapi Rara..”,dengan cepatnya telfon itu terputus. Aku heran, kenapa dia berubah total ?, aku tidak tahu dengan semua ini, padahal aku sangat sayang dia tidak lebih dari apapun dan aku yakin dia tahu akan hal itu, tapi kenapa selama ini dia diam, di dinding kamarku ku ini aku bersandar dan berjam-jam aku memikirkan hal itu sambil menahan sakit,”kenapa harus begini..? tidak bisakah dia romantis dan tak bisakah aku merasakan sayang darinya seperti yang dia pesankan lewat dinding rumahnya beberapa minggu lalu…sungguh, hal itulah yang membuatku tidak ragu untuk memilihnya…” . selama ini aku selalu sabar, dengan tidak memperdulikan seberapa besar sakit yang aku rasakan. Tapi kini semua itu malah menghancurkanku, mengacaukan pikiranku, dan membunuh semua rasaku. Aku mulai tidak yakin dengan semua ini, jalan ini akan semakin membuatku terus terluka jika aku paksakan untuk meneruskannya. Sekarang ini, aku tidak bisa menentukan perasaan ku.. apakah aku senang, sedih, marah, ataupun benci, aku benar-benar tidak bisa menentukannya, semua perasaanku menjadi satu setelah semuanya tumpah dan membuatnya menjadi perasaan yang sangat hitam. Aku yakin hitamnya rasa ini tidak akan dapat terobati lagi oleh siapapun. Kecuali aku mendapatkan jalan dengan arus yang searah dengan langkahku, namun saat ini aku tidak mungkin merubah perasaanku, sangat tidak mungkin untuk merubah semua ini seperti biasa, apalagi untuk belajar melupakannya untuk selamanya..sungguh tidak mungkin.
Dalam kenyataan yang tidak bisa kuterima namun harus kujalani, kini telah semakin kuat arus yang melawanku, sejenak aku berpikir” keikhlasan ini harusnya ku tempatkan didalam hati yang paling dalam..mungkin aku sudah berusaha, dan mungkin aku sudah mencoba untuk bertahan, tapi… aku tidak dapat mengetahui satu perasaan yang memang belum kuketahahui.. hanya satu perasaan darinya..”. aku tidak mampu terus bertahan apalagi berjalan, dan kalimat yang seharusnya paling tidak ingin kuucapkan kini telah keluar dan terucapkan olehku kepadanya..


”Rara.. aku mundur..”.






True Love Story 10-16 march 2008

0 komentar:

Posting Komentar

isi komentar anda yang sopan dan jujur ya!!!!

BM
krelzz