“Uhh…….”
“Panas ya pak…..?”
“Kamu tau apa yang sekarang bapak bayangkan…..?”
“ memangnya apa yang bapak bayangkan….?”
“Sungai yang di aliri air jernih, dengan kesegarannya yang alami dan ikan-ikan berenag dengan bebas di dalamnya, di pinggirnya tumbuh deretan pepohonan rindang yang hembuskan kesejukan dari sela ranting dan daunnya, serta suara-suara kicauan burung yang menemani kita berenang….. tidak ada aroma asap dan deru knalpot, yang ada hanya nyanyian alam dan percikan air di wajah kita…….”
“Hahahaha…… “sejenak pak udin tertawa setelah lepas dari mimpi sekilasnya.
“Kenapa bapak tidak membayangkan berendam di dalam kolam renang dengan beberapa orang pelayan, kan itu lebih nikmat…..”
“Karna itu bukan gaya hidup kita…. oh ya bagai mana keadaan ibumu….? “
Sejenak pertanyaan pak udin mengingatkan ku pada sosok wanita tua lemah karena memang sedang sakit dan tak terobati yang sat ini terbaring di rumah yang lebih cocok di sebut gubuk…..
“Hey….” suara pak udin kembalikan kesadaran ku yang sejenak larut dlam ke ibaan.
“Keadaan ibu masih sama seperti kemaren pak....”
“Apa belum juga di coba ke rumah sakit…..? paling tidak untuk mengecek penyakitnya..”
“Belum ada biaya pak…..”
Seandainya aku punya uang yang banyak, pastilah ibuku sudah sembuh. tapi aku hanya bisa berharap….
“Hey… hey… malah ngelamun.”
Pak udin kembali sadarkan ku dari sebuah harapan yang mustahil jadi kenyataan.
“Pak….! Tuhan benar-benar tidak adil ya pak….?”
“Kenapa kamu bilang begitu….?”
“Ya… kenapa kita harus hidup dalam keadaan seperti ini…. kenapa tuhan tidak memberikan nasib yang sama pada semua orang…..?”
“Maksudnya semua orang sama-sama kaya atau semua orang sama-sama miskin….?”
Pak udin balik bertanya pada ku.
“Ya….hidup yang sama…..”
Sejenak pak udin diam dan menatap tajam padaku, seolah ingin menerobos kedalam hatiku yang terdalam…lalu ia berkata….
“seharusnya kamu bersyukur dengan apa yang telah tuhan berikan ke padamu……”
Kemudian pak udin kembali diam.
“Memangnya apa yang harus saya syukuri….?”
Pak udin kembali menatap ku tajam, lalu ia kembali berucap.
“Memangnya apa yang membuatmu masih hidup sampai saat ini…? apa yang benar-benar membuatmu merasa hidup selama ini…? apa yang membuatmu bisa bertahan untuk hidup selama ini…? tuhan itu memiliki segudang rahasia yang tidak kita ketahui yang bila saatnya tiba pasti ia tunjukan pada kita….”
Aku benar-benar tidak mengerti apa yang pak udin katakan. sedangkan ia masih menatapku, seolah-olah ingin menerkam ku dengan sejuta kalimatnya yang memang sulit untuk ku pahami….
“kamu harus tahu bahwa kekayaan, jabatan, ini itu dan yang lainya itu bukanlah sebuah kebanggaan, bukanlah apa-apa bila kita tidak punya ini…” pak udin meletakkan telapak tangan di dadanya.” biarpun miskin asalkan kita masih punya ini, kita lebih kaya dari mereka yang kaya tapi tidak memiliki ini….” pak udin benar-benar terlihat seperti orang yang paling sombong dengan apa yang ia miliki, tapi tak aku mengerti. ia masih belum menurunkan tangannya dan kembali berucap “karena di dalam sini ada hati, dan itulah yang harus kita jaga sebaik-baiknya..”
“tapi aku benar-benar tidak mengerti pak….”
Sepertinya pak udin tak peduli pada ketidak mengrtianku, ia malah menunjuk ke dadaku dan berkata
“banggalah karena sesumgguhnya kamu masih memiliki hati, dan bersyukurlah…”
kemudian pak udin beranjak melangkah pergi sambil tersenyum meninggalkanku dengan segudang pertanyaan dan ketidak mengertian…
“banggalah karena sesumgguhnya kamu masih memiliki hati, dan bersyukurlah…”
Aku kembali mengulangi kalimat yang pak udin tinggalkan untukku. tapi yang aku tahu rumah sakit tidaklah akan bisa di bayar dengan itu. aku semakin bingung dan tak mengerti, mengapa harus bersyukur karena hanya hidup dengan mengandalkan hati, memangnya apa yang bisa di lakukan dengan sebuah hati, memangnya apa yang bisa di berikan sebuah hati pada hidup ini. memangnya masih ada orang yang melihat orang lain karena hatinya. memangnya masih ada orang yang mau menghargai orang lain karena hatinnya. memangnya ada orang yang mau di bayar hanya dengan hati….. aku hanya bisa berguman dalam hati….
xxx
“Nak…nak…”
Tiba-tiba sebuah suara parau yang lemah membangunkanku dari lamunan yang aku tak mengerti apa yang sebenarnya sedang aku pikirkan….
“Ya pak… ada apa ya…?”
Lalu aku menatap sosok pria tua itu. sekarang aku tahu kalau dia adalah seorang pengemis..
“Nak tolong nak sedikit sedekahnya….”
Lalu aku meraba kedalam kantong celanaku dan mengeluarkan sebuah uang receh RP 500, karena memang hanya itu yang aku punya, sejenak aku menatap recehan yang ada di telapak tanganku. tanpa berfikir lagi aku memberikannya pada bapak tua itu.
“ALHAMDULILLAH… terima kasih ya ALLAH…. terima kasih nak, semoga anak di limpahkan rizki dari ALLAH”
Trlihat mata bapak itu berkaca-kaca menatap ku...
“begitu bersyukurkah bapak dengan apa yang bapak dapat….?”
Aku mencoba bertanya pada bapak tua itu. ia masih menatap ku dengan matanya yang berkaca-kaca, beberapa saat kemudian ia menjawab..
“Bukan karena apa yang telah di dapat, tapi karena apa yang telah ALLAH berikan… bukan karena sebuah nilai, tapi karena sebuah ke tulusan dan ke ikhlasan. tapi karena masih ada hati yang benar-benar berfungsi”
Tanpa ada kata lagi bapak tua itupun perlahan meninggalkan ku yang kembali memasuki dunia tanya yang dalam…. sekarang aku mulai paham bahwa kita hidup bukanlah tanpa tujuan, karena kita hidup bukan hanyalah untuk diri sendiri, karena kita saling membutuhkan, dan semua itu haruslah di jalani dengan hati. tapi ada satu hal yang masih tidak aku mengerti, bagaimana caranya bisa aku mengobati ibuku yang sakit……….?
uhhh
di terbitkan oleh taufiq sutyarahman
Label: cerpen pengunjung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Baca juga Artikel Ini
- Nama Kota Di Indonesia Dalam Bahasa Arab
- Cara Memilih Guitar Electric
- Stem Cell Kaitannya Dengan Mekanisme Kerja Regenerasi Sel Punca
- HAWARI - BERJUANGLAH
- Shoutul Haq - Realita kehidupan
- Hukum Talion
- Shoutul Harokah - Tekad Perjuangan
- Nama Negara dan kota dalam Bahasa Arab (C-F)
- Membuat Film Dokumenter?!
- Tashiru - T4 (Tasbih, tahmid, tahlil dan takbir)
0 komentar:
Posting Komentar