energi biomassa

PENGERTIAN BIOMASSA

Biomassa adalah sumber energi yang berasal dari tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman;

bioenergi hanya memegang pangsa 13 persen dari keseluruhan sumber energi dunia. Menurut pakar biologi Andre Baumann kunci untuk meningkatkan efisiensi energi bukan dengan memperluas produksi tanaman untuk biomassa. Sebaliknya, penggunaan energi keseluruhanlah yang perlu dikurangi.

Biomassa, dalam industri produksi energi, Berdasar pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa berdasar pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi.

PROSES FOTOSINTESA

Biomassa merupakan produk fotosintesa, yaitu butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel surya , menyerap energi matahari dan mengkonversi karbon dioksida dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi produk lain. Hasil konversi dari senyawa dapat berbentuk karbon, alcohol kayu, ter.


Proses fotosintesa dapat dirumuskan sebagai berikut :




dimana :


E = energi cahaya

CO2 = karbon dioksida

H20 = air

Cx(H20)y = hidrokarbon

O2 = oksigen


Khlorofil adalah bahan yang membuat hijau daun. hidrokarbon yang terjadi dapat berbentuk gula tebu atau gula bit yang mempunyai rumus Ci2H220ii, atau misalnya berbentuk selulusa yang mempunyai rumus (C6Hio05)x.

Energi total suatu molekul dianggap sama dengan jumlah dari energi masing-masing ikatan atom ke atom. Dengan demikian energi yang terdapat pada karbondioksida dapat dianggap kurang lebih sama dengan empat ikatan C-O, karena setiap atom oksigen diikat oleh karbon dengan ikatan ganda , C02 dapat digambarkan dengan 0=C=0. Bila oksigen diserap dalam proses oksidasi, maka energi dibebaskan karena terdapatnya stabilitas yang meningkat pada ikatan O-H atau ikatan C-O.


Hubungan antara jumlah molekul oksigen yang diserap pada proses pembakaran atau respirasi molekul organik dan jumlah energi pembakaran molekul itu. Rumus Rabinowitch merupakan definisi dari tingkat reduksi rata-rata R dari karbon dalam suatu molekul dengan komposisi CpHqOr sebagai berikut :





Pada dasarnya R merupakan jumlah molekul oksigen yang diperlukan untuk membakar suatu material organik menjadi C02 dan H20 dibagi jumlah atom karbon dalam molekul.

Tiap atom karbon memerlukan satu molekul oksigen untuk dikonversikan menjadi C02l tiap atom hidrogen memerlukan seperempat molekul oksigen untuk dikonversikan menjadi H20 , dan setiap atom oksigen yang sudah terdapat dalam molekul organik itu mengurangi dengan setengah molekul, jumlah molekul 02 yang terdapat diluar dan diperlukan untuk pembakaran.


Jika rumus diatas dipakai untuk arbohidrat CH20 maka karena p=1, q=2 dan r=1 , diperoleh nilai R = 1. Untuk gas methan CH4 dimana p=1, q=4 dan r=0 diperoleh R=2. Gas karbodioksida C02 dengan p=1, q=0 dan r=2 mempunyai nilai R=0.


Proses fotosintesa yang merubah gas karbon karbondioksida menjadi karbohidrat mengangkat tingkat reduksi CH20 yang lebih tinggi(R=1). Proses fotosintesa menyimpan atau menyisihkan seperdua energi pembakaran yang secara maksimum per atom karbon.

Tumbuhan dan bahan organik lainnya dapat dirubah menjadi bahan bakar cair maupun gas dengan bantuan beberapa proses biologi dan proses kimia. Proses biologi seperti fermentasi yang harus bekerja dalam medium air akan cocok untuk bahan-bahan organik yang banyak mengandung air. Proses kimia seperti pirolisa atau reduksi katalis lebih cocok untuk bahan yang kering dan tahan terhadap biodegradasi.



PROSES FERMENTASI UNTUK MEMBUAT ETHANOL

Fermentasi alkoholik merupakan suatu proses yang lama dikenal dan banyak dipakai. Ethyl alkohol atau ethanol mudah dibuat dari berbagai hasil pertanian yang mengandung gula. Ragi merubah gula heksose menjadi ethanol dan karbon dioksida sesuai rumus dibawah ini :





Gula yang difermentasikan dapat berupa glukose, fruktose, sukrose, maltose, rafinose dan manóse. Gula tetes suatu hasil tambahan dari produksi gula tebu mengandung 55% gula-gula dan dapat secara mudah dan murah difermentasikan menjadi

ethanol. Dalam proses demikian gula tetes diencerkan dengan air hingga mencapai kekentalan gula sebanyak 20%, kemudian dicampur dengan biakan ragi sebanyak 5% volume. Campuran ini difermentasikan selama 2-3 hari hingga mencapai nilai alkohol setinggi 9-10%. Alkohol ini kemudian diambil dengan proses destilasi. Satu liter alkohol dengan kemurnian 95% dapat diperoleh dari 2,5 liter gula tetes dengan biaya yang rendah.

Tanaman yang memiliki nilai kanji yang tinggi seperti hasil biji-bijan harus mengalami proses hidrlisa dengan enzim untuk menghasikan gula sebelum difermentasikan menjadi alkohol. Biji-bijian dicampur dengan air dan dipanaskan untuk menjadikan kanji menyerupai agar-agar. Konversi menjadi gula dilakukan dengan enzim dan campuran gandum dan cendawan amylase yang didapat dari jamur tertentu. Kemudian difermentasikan dengan ragi.

Selulosa adalah komponen utama semua tumbuh-tumbuhan dan merupakan 1/3 sampai 1/2 bahan kering tanaman. Dengan demikian selulosa merupakan sumber daya terbarukan yang terbanyak dibumi. Selulosa harus harus mengalami proses hidrolisa dulu menjadi gula sebelum dapat difermentasikan menjadi alkohol.


FERMENTASI ANAEROBIK UNTUK MEMBUAT METHAN

Bahan organik akan mengalami fermentasi alamiah jika terkena air dan mengalami kondisi anaerobik, yaitu tidak mendapat oksigen. Contoh yang dapat dilihat adalah proses pembuatan kompos. Pencernaan anaerobic dalam sebuah bejana sangat bermanfaat untuk merubah bahan organic menjadi methan dan karbondioksida. Tangki tinja merupakan contoh pencernaan anaerobik yang pada dasarnya merupakan proses dengan dua tahap.

Pada tahap pertama bakteri pembentuk asam menghancurkan bahan organik yang kompleks dan merubah lemak, protein dan hidrokarbon menjadi asam organik yang sederhana.

Pada tahap kedua yang berlangsung bersamaan dengan tahap pertama, asam-asam oraganik dipecahkan oleh bakteri methan menjadi methan dan dioksida bahan. Rumus proses diatas digambarkan dengan persamaan berikut :





Di tempat A bahan organik yang dipotong kecil-kecil dicampur dengan air dan dipompa dengan ke tempat tangki pencernaan B. Di tangki ini terjadi proses pencernaan. Tingkat kecepatan pencernaan akan tergantung dari suhu. Gas yang dihasilkan dikeluarkan dari kran C. Endapan yang terjadi dalam tangki pencernaan yang mempunyai bentuk yang sangat padat dikeluarkan melalui kran D untuk dikeluarkan dan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dari kolam Ini cairan kental dialirkan kembali ke tangki pencernaan sedang cairan yang encer dimanfaatkan kembali untuk dicampur dengan masukan bahan organic baru.


PROSES PIROLISA

Pirolisa merupakan suatu proses destilasi destruktif bahan organik


BIOGAS

Sejak berabad-abad tinja binatang maupun manusia dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah. Dekomposisi bahan-bahan organik dibawah kondisi-kondisi anaerobic menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran methan dan karbondioksida. Gas ini dikenal dengan gas rawa atau biogas. Campuran gas ini adalah hasil fermentasi . Suhu yang baik untuk untuk proses fermentasi adalah dari 30 °C hingga 55 °C.

Prinsip kimia yang tersangkut dalam pembentukan biogas merupakan prinsip terjadinya fermentasi semua karbohidrat, lemak dan protein oleh bakteri methan, bila tidak dicampur dengan udara. Satu gram lemak, menghasilkan 1,25 liter biogas, tekanan atmosferik yang terdiri atas 68% CH4 dan 32% C02. Untuk proses fermentasi tinja tidak diperlukan tambahan sesuatu bahan kecuali air, yaitu untuk tiap 4 bagian tinja ditambah 5 bagian air. Perlu dicatat bahwa sisa tinja tidak kehilangan nilai sebagai pupuk alam. Dan

biogas tersebut serta sisa tinja yang dipakai sebagai pupuk tidak berbau.

Desain dasar sebuah instalasi biogas terdiri atas sebuah tangki pencerna A dan sebuah wadah gas B untuk mengumpulkan campuran methan dan karbondioksida. Tinja dimasukkan dalam tangki pencerna setelah dicampur air. Wadah gas B akan menerima gas yang terjadi dan akan mengapung.




DAMPAK-DAMPAK DARI BIOMASSA




Dampak Negatif


Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal:


“Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang, manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.”

Dampak produksi tanaman untuk biomassa juga mulai dirasakan di kawasan lain dunia. Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.“


Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.


Beberapa contohnya termasuk penebangan tanaman biomassa (contohnya: pohon-pohon di hutan) untuk bahan baku, atau pembukaan lahan baru (contohnya: hutan atau lahan agrikultur) untuk menanami tanaman biofuel.




Dampak Positif




Mengurangi beredarnya gas rumah kaca di atmosfer

Tahun 1998 merupakan tahun dimana terjadi peningkatan terbesar temperatur. Peningkatan temperatur ini menyebabkan pencairan es di kutub sehingga volume lautan meningkat dan ketingian permukaan laut meningkat 10 sampai 25 cm. Bahkan di prediksi kan tahun 2100 temperatur akan meningkat secara tajam hingga mencapai 6 derajat celcius. Dampak itulah yangmemicu terjadinya bencana alam yang akan menurunkan kualitas hidup manusia.


Untuk mencegah berbagai macam dampak dari pemanasan global, dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghentikan proses yang paling besar dalam memicu gas rumah kaca tersebut yaitu pembakaran bahan baker fosil. Pembakaran bahan baker berkaitan erat dengan pemenuhan sector energi bagi peningkatan perekonomian suatu negara. Pengembangan biomasa sebagai sumber energi untuk substitusi bahan bakar bisa menjadi solusi untuk mengurangi beredarnya gas rumah kaca di atmosfer. Dengan penggunaan biomassa sebagai sumber energi maka konsentrasi CO2 dalam atmosfer akan seimbang. Pada waktu yang sama manusia makin menyebabkan peningkatan rumah kaca dengan penebangan hutan secara luas (deforestrisasi) sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap gas CO2. disamping itu hasil hutan yang diperoleh dibakar dan menghasilkan CO2 dan beberapa partikulat matter. Konferensi tentang perubahan iklim telah dilakukan di Kyoto, Jepang pada tahun 1997.

Mengurangi limbah organik

Sampah organic sepeti sampah pertanian (jerami, tongkol), limbah pengolahan biodiesel (cangkang biji jarak pagar, cangkang sawit), sampah kota ataupun limbah kayu, ranting dan pengolahan kayu (sawdust) merupakan limbah yang keberadaanya kurang bermanfaat. Limbah tersebut bila dibiarkan atau dibuang tanpa dibakar terlebih dahulu, dapat melepaskan gas metana yang berbahaya. Hasil Pembakaran limbah merupakan abu yang memiliki volume 1 % bila dibandingkan dengan limbah padat. Untuk meningkatkan nilai kalor, dan mengurangi emisi limbah organik biasanya dilakukan proses karbonisasi. Selain itu pembentukan menjadi briket bermanfaat sebagai bahan bakar padat.

Melindungi kebersihan air dan tanah

Penggunaan pupuk ternak dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kebersihan air dan tanah. Mikroorgranismes seperti salmonella, brucella dan coli didalam pupuk menyebabkan penularan kepada manusia dan binatang. Salah satu proses pengolahan sampah ini adalah proses anaerobic digestion, yaitu dengan penimbunan pupuk kandang ataupun biomassa lainnya dalam suatu digester. Anaerobic digestion akan menghasilkan metana (CH4) dan slurry yang telah terbebas oleh mikroorgranisme.

Mengurangi polusi udara

Limbah pertanian, biasanya langsung dibakar setelah masa panen. Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel atau jelaga dan polusi udara. Limbah ini dapat di konversikan menjadi bahan bakar yang lebih bermanfaat sehingga mengurangi jelaga dan polusi udara.

Selain limbah pertanian, pembakaran hutan sering terjadi dimana-mana. Efek pembakaran ini dapat menimbulkan polusi asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pembakaran biomass di dalam ruang bakar menggunakan boiler mengurangi efek polusi asap karena pembakaran dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga lebih efisien dan bersih daripada pembakaran langsung.

Mengurangi hujan asam dan kabut asap

Hujan asam merupakan fenomena yang disebabkan oleh asam sulfur dan asam nitric. Asam-asam ini terbentuk melalui reaksi antara air, oksigen dan sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat reaktan terebut berasal dari emisi pembakaran yang kurang sempurna dari bahan bakar fosil. Asam yang terbentuk jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan asam, kabut dan salju.

Akibat hujan asam ini meningkatkan keasaman danau dan sungai, sehinga akan sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Hujan asam juga merusak bahan bangunan dan cat.

Melalui pembakaran biomassa efek hujan asam ini akan direduksi, dikarenakan pembakaran biomassa akan menghasilkan partikel emisi SO2 dan NOx yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran bahan baker fosil. Pebakaran biomasa lebih efieien dan semurna bila diproses melalui karbonisasi karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari volatile matter atau gas mudah terbakar.

Untuk mencegah dampak buruk bagi lingkungan dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghentikan proses yang pmerupakan penyumbang gas rumah kaca, yaitu pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar berkaitan erat dengan pemenuhan sektor energi bagi peningkatan perekonomian suatu negara. Pengembangan biomasa sebagai sumber energi untuk substitusi bahan bakar bisa menjadi solusi untuk mengurangi beredarnya gas rumah kaca di atmosfer. Dengan penggunaan biomassa sebagai sumber energi maka konsentrasi CO2 dalam atmosfer akan seimbang.

Konferensi tentang perubahan iklim telah dilakukan di Kyoto, Jepang pada tahun 1997. Protokol Kyoto menghasilkan regulasi untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 5 persen sampai tahun 2012. Tetapi belum semua negara maju meratifikasi Protokol Kyoto.

Kendati konvensi perubahan iklim telah dibahas beberapa kali dan terakhir dilakukan pada desember 2007 di Bali, pada kenyataanya peningkatan gas rumah kaca masih saja terjadi, sehingga IEA (International Energy Agency) memproyeksikan bahwa penurunan gas gas rumah kaca yaitu dengan meningkatkam penggunaan energi terbaharukan seperti biomassa. Energi dari biomassa menyediakan energi yang memiliki konsentarasi CO2 yang lebih rendah di bandingankan dengan energi dari bahan bakar fosil.
















sumber:

netsains.com

id.shvoong.com
elearning.gunadarma.ac.id

http://www.dw-world.de

0 komentar:

Posting Komentar

isi komentar anda yang sopan dan jujur ya!!!!

BM
krelzz