IndoMie…Bisa aja!!
Aku punya geng, ada 13 anggota dalam geng ini. harus kusebutkan satu-satu, karena ini adalah kebanggan tersendiri untuk teman-temanku. Ada Cindil, Patik, Tingky, Cumy, Sonix, Melaichi, Miss-Re, Nopret, Vita si Bekingking, Selvia Debora Ababa, Fat-Cacu, dan aku adalah personil terakhir Nuri. Nama gengku adalah “D’Busux” barasal dari kata “busuk”. Kata itu kami jadikan nama kebanggaan karena, setiap kali ngumpul atau istilahnya “nongkrong”, kami selalu menghabiskan banyak makanan. Anggota kami emang cukup banyak untuk ukuran geng. Mungkin lebih pantas jika kami disebut sebagai sekumpulan orang. Lalu, ada orang yang selalu memanggil kami dengan kata “busuk”. Secara alami terbentuklah geng D’Busux itu.
Mungkin ini mirip ceritanya Cangcuters. Awalnya teman-teman mereka memanggil dengan kata “cangcut” yang maknanya emang tabu, sama seperti nama geng kami “D’Busux”.
Ini adalah sebuah cerita yang pernah kami (D’Busux) alami ketika aku berulang tahun, tepat pada perpisahan sekolah. Perpisahan kali ini tidak seburuk perpisahan lain. Karena di sini kami mendapatkan sebuah kejutan besar, Sekolah kami menjadi sekolah terbaik ke-13 seprovinsi Jawa Tengah dan berhasil mempertahankan kejayaannya di tingkat kabupaten. Tentunya kami merasa bangga, terlebih lagi karena angka 13 lah yang menjadi nomor hoki kami. “Nomor 13 memang nomor keramat” Begitulah kata kami.
Tanggal 2 Maret 2008, aku berulang tahun yang ke 14. Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP dan hampir cabut dari bangku ini. Kami banyak menghabiskan waktu bersama, karena ada kemungkinan kami akan jarang bertemu. Mungkin banyak dari kami yang terpisah di luar kota atau melanjutkan ke sekolah yang berbeda. Hari itu, adalah hari yang menyenangkan bagi kami. Sangat menyenangkan, bahkan tak terlupakan. Hari di mana kami merasa mendapatkan pertualangan yang sesungguhnya.
***
Setelah acara perpisahan selesai, ada acara makan-makan di rumahku. Rumahku nggak jauh dari sekolah. Mangkanya kita semua jalan kaki deh. Waktu di jalan, kami ketemu sama anak kecil yang lucu. Tapi kok aneh, anak kecil itu lagi asyik. Asyik banget makan Mie. Kelihatannya sih enak banget dan setelah kami cium aromanya, ternyata emang Indomie yang bikin dia nafsu makan. Biasanya anak kecil paling nggak doyan makan, tapi gara-gara makan Indomie dia jadi lahap banget kali ya? kita tergoda dengan anak itu. Kami jadi pengen, jadi laper dan segera nyobaiin Indomie. Lalu, kami punya ide. “ Eh kawan-kawan, makan-makan di rumahku diganti sama acara makan Indomie aja ya? Semua setuju nggak?” aku menyampaikan saranku, dan semua setuju. Tapi, karena di rumahku nggak ada orang (ortuku lagi ada acara mantenan) dan persediaan Indomie juga udah abis, kami terpaksa ke toko dulu untuk beli sekotak Indomie (sekalian untuk persediaan). Nggak ada yang mau bawa kotaknya, akhirnya aku juga yang kena giliran.
“ Kita malu ah….! Loe aja Rin yang bawa. Loe kan tuan rumah, tamu kan harus dilayanin. Ya nggak kawan-kawan?” temanku mengomel padaku.
“ Lagian kita kan malu, masa pulang sekolah dapetnya kok sekotak mie, bukannya buku.” Tapi, Ehmm..mm…mmm, demi sepiring Indomie aku rela membawanya. Kami udah membayangkan betapa enaknya makan Indomie setelah panas-panasan. Ditambah cacing-cacing dalam perut kita udah kebelet ketemu kembaran mereka.
“Huffffttt. . . . ! Akhirnya sampai juga di rumah”Aku mengucapkan kata-kata lega. Tapi ada satu hal yang aku lupa. Parahnya, baru kuingat kalau kunci rumah dibawa Bonyok(Bokap & Nyokap). Wah parah gila ! Aku kena penyakit pikun. Perjuangan kita untuk jalan yang lumayan jauh ( 3 km ), menahan godaan anak kecil tadi plus harus jalan lagi ke toko untuk beli Indomie satu kotak (aku yang bawa….capek!) harus sia-sia. “Ini mah nganterin loe doang Rin!”salah satu temenku ada yang mengumpat. Tadinya emang para tamu merasa gerah. Tapi karena teman, segalanya rela diperjuangkan. Seenggaknya kita masih bisa nunggu Bonyokku di halaman rumah. Halaman rumahku emang lumayan luas dan ada kebunnya, jadi kita bisa santai-santai di situ. Akhirnya ya udah deh, kita terpaksa nunggu Bonyokku sambil ngobrol-ngobrol. Kemudian dateng lagi deh masalah baru yang sebenarnya nggak baru.“Kacau perut kita pada nyanyi, jelek banget lagi lagunya, keroncong…an plus tenggorokan kering (bagai sungai di musim kemarau)hehehe…” Tingky mulai mengeluarkan kata-kata anehnya.
Akhirnya kita mencari solusi lain. “Minum air di kran deh!” Aku mencoba mencari solusi. Tapi masalah yang satunya belum teratasi juga. Kita kelaparan, sangat kelaparan. Impian para cacing untuk ketemu sama kembaran mereka harus ditunda dulu. “maaf ya cing….?”Aku ngomong sendiri sama perutku.
Matahari mulai turun dari tahtanya. Hari mulai sore, dan kami belum melakukan apapun untuk mengganjal perut ini. Aku ingat sesuatu, di gudang belakang ada kompor minyak yang udah nggak di pakai lagi. Inisiatifpun muncul di pikiran kami, tanpa pikir panjang semua bergegas menuju gudang. Kami akan melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh kami, khususnya aku. Nggak ada jalan lain lagi, kami harus memanfaatkan barang bekas itu demi sepiring Indomie yang kami nantikan, kami idamkan, dan selalu kami bayangkan sejak tadi siang. Masalah piring dan yang lain kami bisa minta bantuan sama tetangga.
Akhirnya kita mulai beraksi, mengelap-elap kompor yang udah amat usang. Tapi semua ini dilakukan demi cacing-cacing di perut kami yang mulai tak bisa dikendalikan. Rani dan aku bertugas membeli minyak tanah, dan yang lain mempersiapkan segala keperluan. Kami harus minjem-minjem barang sama tetangga. Kami nggak punya piring, nggak punya sendok, dan nggak punya gelas. Emang lengkap, segala barang kita minjem tetangga.Setelah semuanya siap, kami pun mulai beraksi merebus air di panci yang udah peyot kecium tembok.
Dan pada akhirnya, sampailah kami pada puncak acara. Makan Indomie dengan rame-rame. Rame-rame emang lebih asyik. Apalagi kita punya perjuangan yang panjang untuk bisa menikmati Indomie ini. Rasanya…..Emmmmm..mmm, nikmat abis. Saking lapernya, tiap anak ngabisin dua bungkus Indomie. Bener-bener nikmat. Kita nggak bisa nahan kantuk setelah makan dua bungkus Indomie, dan kamipun terlelap di tempat kejaidian perkara.
“Eiy….. Anak-anak kok pada tidur di sini?” Tanya Bunda, ketika mendapati kami sedang tidur pulas di gubug taman.
“ Nuri, kok temennya nggak disuruh masuk?” Bunda bertanya lagi.
“ Lho, kunci rumah kan dibawa Bunda sama Ayah.” Kataku menjelaskan.
“ Ah kamu ini, ternyata dah mulai pikun. Orang Bunda kasih kamu kunci cadangannya kok.” Kata Bunda, mengingatkan.
“ Oh iya Bun. Aku lupa! Kalau aku dititipin kunci cadangan sama Bunda. Kalau nggak salah aku taruh tasku.” Aku berusaha mengingat dan mencari benda yang dinamakan kunci rumah.
“ Heh Rin, bener apa yang diomongin Nyokap loe?” Tanya salah satu temanku, mukanya kelihatan emosi sama aku.
“ Hehehe….. Iya Ta, kunci cadangannya sama aku. Sorry ya kawan-kawan?” Hanya kata-kata itu yang dapat kuungkapkan. Aku merasa bersalah dan malu pada teman-teman. Malu karena ternyata aku punya penyakit pikun.
“ Makanya Rin, loe jadi anak muda jangan kebanyakan minum kopi. Jadinya pelupa kan? Temanku yang lain menambahkan.
Akhir yang tak terduga. Karena penyakit pikunku, teman-teman harus rela menahan lapar dan dahaga yang amat menyiksa.
Satu yang ingin kuucapkan pada teman-temanku,” Maafkan aku kawa-kawan?”
…The End…
ProfiL Penulis
Nama : WRIN PROBO TYAS
TTL : Kebumen, 2 Maret 1989
Pendidikan : Pendidikan Seni Rupa Semester 4,Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, Karangmalang,Yogyakarta 555281.
Alamat Rumah : Puliharjo,RT 04/RW II,Kec.Puring,Kab.Kebumen,Jawa Tengah 54383.
IndoMie…Bisa aja!!
di terbitkan oleh taufiq sutyarahman
Label: cerpen pengunjung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar